Inklusi Keuangan Syariah dan Pengentasan Kemiskinan


PT Republika Media Mandiri berkolaborasi dengan PT Prudential Life Assurance (Prudential Indonesia) menggelar Rembuk Republik bertajuk Memacu Inklusi Keuangan Syariah di Ballroom JS Luwansa Hotel, Jakarta, Senin (14/5).

Sekretaris Komite Nasional Keuangan Syariah sekaligus Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro hadir memberikan keynote. Sementara, sebagai panelis adalah Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Adiwarman Karim, Ketua I Ikatan Ahli Ekonomi Islam Irfan Syauqi Beik, dan Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch. Kepala Republika.co.id Elba Damhuri tampil sebagai moderator.

Bambang menjelaskan, inklusi keuangan umum, termasuk syariah, merupakan salah satu mekanisme yang baik, utamanya untuk membantu mengurangi kemiskinan dan mengatasi berbagai isu pembangunan lainnya.


Menurut Bambang, perkembangan keuangan syariah di Indonesia jauh lebih inklusif ketimbang negara-negara lain. Salah satu contoh, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang mengeluarkan sukuk (surat berharga syariah negara/SBSN) ritel.

Selain itu, Indonesia juga memiliki kelebihan dalam segmen mikro keuangan syariah. Dua instrumen tersebut, kata Bambang, memiliki kontribusi langsung untuk mengentaskan kemiskinan. "Mari kita gunakan kelebihan kita. Kembangkan di Indonesia dalam skala yang lebih masif. Kalau bisa tidak di level korporat, tapi lebih inklusif untuk membuat pertumbuhan berkualitas," ujar dia.

Bambang mengatakan, inklusi keuangan syariah tidak bisa menjadi tugas pemerintah sendiri, tetapi juga perlu bantuan dari seluruh pihak. "Apalagi dengan melihat perkembangan zaman sekarang, penggunaan teknologi digital akan semakin membantu mempercepat inklusi keuangan," katanya.

Hal itu dibenarkan Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II Otoritas Jasa Keuangan Boedi Armanto. Menurut dia, inklusi keuangan syariah dapat lebih ditingkatkan dengan keberadaan financial technology (fintech).

Fintech syariah adalah salah satu contoh. Boedi mengatakan, fintech syariah dapat mendorong perkembangan lembaga keuanga syariah. Sebab, untuk bisa menjangkau masyarakat, terutama yang wilayah geografisnya sulit dijangkau, jawabannya adalah dengan teknologi.

"Fintech bisa dikembangkan dengan sektor riil dan filantropi syariah. Oleh karena itu, OJK mendukung perkembangan fintech," ujar Boedi.


Ia juga berharap fintech ke depan bisa dikembangkan juga, baik di sektor riil maupun filantropi keuangan syariah. Ia mengatakan, hal itu perlu dukungan regulasi yang memadai. Semisal dari aspek manajemen risiko, tata kelola, dan perlindungan konsumen.

Menurut Boedi, ke depan, OJK berharap keuangan syariah bisa berkembang pesat dan bisa meningkatkan kontribusi dalam pembangunan nasional. Komitmen OJK, kata dia, tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh seluruh pemangku kewajiban yang ada.

"Dalam kesempatan kali ini, kami mengapresiasi dukungan semua pihak. Agar bisa industri keuangan terus bertumbuh," kata Boedi.

Dalam survei yang dilakukan OJK, tingkat inklusi keuangan syariah masyarakat Indonesia masih rendah, yaitu 11,6 persen. Angka itu jauh di bawah inklusi keuangan nonsyariah yang mencapai 67,82 persen. Padahal, pertumbuhan industri keuangan syariah terus meningkat. Mulai dari 20,7 persen pada 2015 hingga 27 persen per 2017. Total aset syariah Indonesia mencapai Rp 1.118 triliun.


Bagi Adiwarman Karim, salah satu cara untuk bisa meningkatkan inklusi keuangan syariah adalah dengan memberikan berbagai insentif untuk masyarakat. Selain tentunya aturan dan literasi keuangan yang lebih masif.

Adiwarman menjelaskan, ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah. Pertama, perlu adanya akses yang sama dalam mengakses keuangan syariah, tidak memandang kelas dan agama. Kedua, perlu adanya kebijakan yang afimartif.

"Bagi yang miskin banyak permudahan. Yang tidak mau syariah, banyak insentif supaya dia mau ikut. Kalau yang pertama filosofisnya. Kedua, harus memakai pendekatan yang lebih ramah. Insentif yang selama ini belum masuk dalam inklusi keuangan," ujar Adiwarman.


Ia mengatakan, hal itu juga perlu didukung kebijakan pemerintah. Jika pemerintah ingin inklusi keuangan syariah meningkat, harus dimulai dari sikap pemerintah dalam berinvestasi, misalnya sumber pendanaan yang besar seperti BPKH, jumlah dana yang ada bisa dipakai untuk melakukan investasi.

"BPJS Kesehatan sudah sepakat akan mengadopsi syariah dalam tempo tiga bulan ke depan. Poin itu, invetasi itu bisa kerja sama dengan syariah," kata Adiwarman.

Edukasi juga akan ikut memperbaiki pehamanan masyarakat Indonesia soal asuransi syariah. Hal itu akan terbantu dengan sinergi pemangku kepentingan.

Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch menjelaskan, Prudential Indonesia sudah menghadirkan produk syariah sejak 10 tahun di Indonesia. Pada 2017, pertumbuhan syariah Prudential terbilang baik.

Prudential Indonesia melihat potensi syariah di Indonesia besar dan coba mengambil posisi di sana dengan produk yang basisnya nilai saling menolong. "Edukasi untuk terus memperbaiki pemahaman masyarakat jadi penting di sana," kata Jens.

Asuransi pada intinya adalah proteksi. Prudential mempunyai rupa-rupa produk syariah mulai dari produk kesehatan, penyakit kritis, kecelakaan, dan fasilitas proteksi keluarga serta pendidikan. Produk-produk itu fleksibel dan bisa disesuaikan dengan kebutuhan keluarga Indonesia.

Jens mengaku bangga dapat bekerja sama dengan Republika untuk mengedukasi dan sosialisasi keuangan syariah kepada para agen dan masyarakat tentang. Populasi Muslim di Indonesia sangat besar, pun potensinya. Namun, belum semua paham konsep asuransi syariah.

(republika.co.id - Pengolah: muhammad iqbal)

Belum ada Komentar untuk "Inklusi Keuangan Syariah dan Pengentasan Kemiskinan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel