Soal Urusan Mental, Mahasiswa Lebih Percaya Medsos


Mahasiswa cenderung lebih banyak mencari masukan terkait masalah kesehatan mental dari sosial media dibandingkan konselor profesional. Kecenderungan mencari masukan seputar masalah kesehatan mental melalui sosial media ini empat kali lebih besar dibandingkan berkonsultasi dengan yang ahlinya.

Tak hanya itu, sebagian besar mahasiswa juga tidak mau terbuka mengenai masalah kesehatan mental yang dialami. Mereka mengaku tidak mau mencari pertolongan seputar masalah kesehatan mental yang mereka alami karena merasa malu.

Hal ini diungkapkan oleh tim peneliti dari UniHealth yang merupakan jaringan kesehatan dan kesejahteraan pelajar daring. Penelitian terhadap 1.500 mahasiswa ini bertujuan untuk memberi gambaran terkait pengaruh rasa kesepian dan stres berat terhadap lingkup universitas.

Di masa-masa ujian, peneliti mengungkapkan bahwa 23 persen mahasiswa mengaku mengalami serangan panik. Bahkan sekitar 27 persen dari para mahasiswa mempertimbangkan dengan serius untuk berhenti kuliah.

Tekanan dari serangkaian ujian juga menyebabkan hampir semua mahasiswa, sekitar 49 persen, menerapkan pola makan yang tidak baik. Sekitar 16 persen mahasiswa mengonsumsi alkohol lebih banyak saat masa ujian dan 35 persen mahasiswa menjadi tidak tidur di malam hari.

Sayangnya, sebagian besar mahasiswa yaitu sekitar 64 persen memilih untuk menanggung stres ini sendirian. Hanya sekitar 19 persen yang mau mengomunikasikan tekanan-tekanan yang mereka rasakan kepada orang tua maupun pembimbing akademik.

Sebagian besar mahasiswa menganggap bahwa berkonsultasi dengan konselor merupakan opsi terakhir. Sekitar 32 persen mahasiswa lebih suka mencari saran dari teman mereka melalui ponsel atau sosial media. Sekitar 33 persen mahasiswa memilih olahraga untuk membuat perasaan mereka lebih baik.

Sekitar 28 persen mahasiswa lebih suka mencari saran seputar masalah kesehatan mental yang mereka alami melalui pesan pribadi yang dapat diakses melalui ponsel pintar. Hanya sekitar tujuh persen mahasiswa saja yang benar-benar mencari bantuan konselor terkait masalah kesehatan mental yang mereka alami, seperti stres berat selama ujian ini.

Banyaknya mahasiswa yang tidak mencari bantuan profesional terkait maslaah kesehatan mental mungkin dipengaruhi oleh beragam faktor. Salah satu di antaranya adalah ketidaktahuan mahasiswa.

"Seperti kebanyakan mahasiswa, saya mengalami stres yang tinggi selama ujian dan selalu tidak tahu ke mana harus mengadu," ungkap mahasiswa City University, Zoe Cantley.

Cantley menilai mahasiswa membutuhkan bantuan untuk mengatasi masalah kesehatan mental sesuai dengan cara yang disukai mahasiswa, yaitu pesan pribadi melalui ponsel pintar. Cantley berharpa ia bisa mendapatkan pesan secara konsisten yang berisikan muatan positif dan membangun. Cara ini dinilak Cantley lebih memberi kenyamanan.

"Terutama di masa-masa ujian," ungkap Cantley.

Direktur UniHealth Daphne Metland memahami kecenderungan ini. Alasannya, sebagian besar mahasiswa yang baru masuk ke univsrsotas saat ini adalah digital natives atau generasi yang terbiasa dengan hal-hal ini. Mereka juga terviasa untuk berkomunikasi melalui ponsel pintar mereka.

"Solusi digital yang mengirimkan pesan-pesan yang mwmbawa perubahan perilaku memberi sebuah alternatif di mana mahasiswa dapat mengenali masalah kesehatan mental yang mereka miliki dan mendapat platform yang bersifat rahasia untuk self-help," jelas Metland.  (republika.co.id)

Belum ada Komentar untuk "Soal Urusan Mental, Mahasiswa Lebih Percaya Medsos"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel